January 2017


Yth. Bapak/Ibu Kepala Sekolah dan Operator Dapodik SD, SMP, SLB, SMA dan SMK
di Seluruh Nusantara

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Puji syukur, Alhamdulillah. Tim Dapodikdasmen sesuai yang telah dijadwalkan telah menyelesaikan proses pengujian (testing) terhadap Aplikasi Dapodik versi baru yaitu Versi 2017, dan selanjutnya dinyatakan dirilis pada saat ini. Pada Aplikasi Dapodik 2017 terdapat beberapa pembenahan yang cukup siginifikan dengan penambahan beberapa fitur baru, metode validasi, serta perbaikan beberapa bug versi sebelumnya. Pembenahan-pembenahan tersebut sebagai upaya dalam melakukan sinkronisasi aturan/regulasi, prosedur, dan mekanisme pemanfaatan data dari Dapodik untuk transaksional di Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, transaksi BOS, PIP dan lainnya.  Diharapkan dengan pembenahan ini akan semakin meningkatkan kualitas data di Dapodik dalam mendukung semua transaksional di lingkungan Kemendikbud.

Pembaruan pada Aplikasi Dapodik 2017 selain dilakukan di sisi  front-end, juga dilakukan pembaruan pada database, yang telah menggunakan database versi 2.61. Maka secara teknis Aplikasi Dapodik versi sebelumnya (Dapodik 2016a, 2016b, 2016c) tidak dapat langsung di-upgrade ke Dapodik 2017, akan tetapi harus melakukan install ulang. Oleh karenanya Aplikasi Dapodik 2017 dirilis hanya dalam bentuk INSTALLER Dapodik 2017 (tidak ada versi UPDATER).

Berikut ini merupakan daftar perubahan pada Aplikasi Dapodik 2017:
  1. [Pembaruan] Penambahan atribut Terima fisik kartu (KIP) pada entitas Peserta Didik
  2. [Pembaruan] Penambahan fitur peran Peserta Didik dapat login ke aplikasi Dapodikdasmen
  3. [Pembaruan] Penambahan fitur peran GTK dapat login ke aplikasi Dapodikdasmen
  4. [Pembaruan] Penambahan kolom baru Sekolah Asal pada registrasi peserta didik
  5. [Pembaruan] Penambahan JJM yang diakui pada tugas tambahan Pembina Pramuka sebanyak 2 jam
  6. [Pembaruan] Penambahan aturan validasi untuk memperketat kewajaran dan kelengkapan data pada GTK
  7. [Pembaruan] Penambahan persetujuan oleh Kepala Sekolah pada saat akan melakukan sinkronisasi
  8. [Pembaruan] Penambahan fitur salin sarana dan buku/alat hanya untuk Prasarana yang telah hapus buku
  9. [Pembaruan] Penambahan pemicu/trigger untuk mengecek Rwy.Sertifikasi dan Rwy.Pendidikan Formal pada saat penambahan Kompetensi pada Rincian GTK
  10. [Pembaruan] Penambahan unduhan profil detail khusus untuk SMK
  11. [Pembaruan] Penambahan Menu baru Validasi Pusat yang berguna untuk merangkum semua data yang dianggap bermasalah oleh Pusat
  12. [Pembaruan] Pemisahan antara Guru dan Tenaga Kependidikan (Tendik)
  13. [Pembaruan] Penonaktifkan penulisan angka, copy/paste dan klik kanan mouse pada kolom pilihan mata pelajaran di pembelajaran
  14. [Pembaruan] Penonaktifkan penulisan angka, copy/paste dan klik kanan mouse pada kolom pilihan kurikulum di rombongan belajar
  15. [Pembaruan] Pengaktifan atribut data Peserta Didik berupa NISN/Nama/Tanggal Lahir/Nama Ibu Kandung pada entitas data Peserta Didik jika status validasi pada VervalPD(PDSPK) dinyatakan invalid (sesuai dengan field yang invalid)
  16. [Pembaruan] Pengaktifan atribut data GTK berupa NUPTK/Nama/Tanggal Lahir/Nama Ibu Kandung pada entitas data GTK jika status validasi pada Vervalptk (PDSPK) dinyatakan invalid (sesuai dengan field yang invalid)
  17. [pembaruan] Penambahan Referensi Kepercayaan Kepada Tuhan YME dan perubahan label menjadai agama dan kepercayaan.
  18. [Perbaikan] Validasi untuk NIK, NIK Ibu, NIK Ayah, NIK Wali pada entitas data PD dengan menggunakan vtype numberonly
  19. [Perbaikan] Validasi untuk Nama, Nama Ibu Kandung, Nama Ayah, Nama Wali pada entitas data PD dengan menggunakan vtype namaspecialchar
  20. [Perbaikan] Validasi untuk Nama dan Nama Ibu Kandung pada entitas data GTK dengan menggunakan vtype namaspecialchar
  21. [Perbaikan] Perbaikan label Riwayat pekerjaan menjadi Riwayat Karir Guru pada rincian GTK dan pengaturan pengisian hanya untuk Guru
  22. [Perbaikan] Perbaikan bugs security pada aplikasi
  23. [Perbaikan] Perbaikan pada Formulir Sekolah
  24. [Perbaikan] Perbaikan pada Formulir GTK
  25. [Perbaikan] Perbaikan pada Formulir Peserta Didik
  26. [Perbaikan] Perbaikan bugs ketika mengganti foto profil operator sekolah
  27. [Perbaikan] Perbaikan bugs pada kurikulum SLB
  
Aplikasi Dapodik akan senantiasa dilakukan pembenahan, penyempurnaan dan update seiring perkembangan dan tuntutan serta penyesuaian terhadap perubahan dan perkembangan regulasi. Untuk itu, kami senantiasa mengingatkan agar sekolah terus meningkatkan kualitas data Dapodik baik secara kuantitas maupun kualitas.
  
Atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu sekalian, kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Salam Satu Data,
Admin Dapodikdasmen

Link Unduhan:
Sumber : http://dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id/berita/rilis-aplikasi-dapodik-2017

Isutan Jarat adalah nama permainan tradisional yang berkembang di daerah Kalimantan Selatan. Asal katanya dari isutan dan jarat, kata isutan ini mungkin dari peralihan kata ‘usutan’ yang berarti ‘mencari’. Sedangkan ‘jarat’ adalah istilah orang Banjar untuk tali yang ujungnya bersimpul untuk menjebak atau mengikat (seperti tali lasso di Amerika). Jadi isutan jarat maksudnya mencari tali yang bajarat (memiliki jerat). Pada permainan ini tiap pemain berusaha mencari jarat pemain lainnya yang disembunyikan di dalam pasir dengan cara menusukkan bilah lidi/kayu/bambu. Permainan ini sebenarnya menebak letak jarat yang ada di dalam pasir.
Lokasi permainan ini biasanya di pinggir sungai saat air surut atau di halaman rumah yang banyak pasirnya. Permainan isutan jarat tidak ada kaitan dengan jenis upacara atau peristiwa tertentu. Waktu permainan bebas bisa dimainkan kapan saja kalau di kampung anak-anak akan memainkannya saat sore menjelang mandi di sungai.
Jumlah pemain isutan jarat minimal dua orang dan sebanyak-banyaknya empat orang. Dua orang diperlukan karena akan ada posisi pasang (yang menyembunyikan jarat) dan posisi naik (yang mencari lubang jarat). Empat orang sudah dirasa cukup karena akan terlalu ramai yang bisa menimbulkan kebingungan.
Peralatan bermain berdasarkan permainan aslinya, yaitu tali dari serat pohon pisang dan bilah kayu dari bambu atau jenis kayu lainnya. Pohon pisang yang kering biasanya terlihat seratnya, bagian inilah yang diambil oleh anak-anak untuk membuat tali jarat. Sedangkan bilahnya terbuat dari kayu atau bambu yang diraut agak runcing dengan panjang tidak lebih dari lengan.
Tahapan permainan :
  1. Tahap menyembunyikan jarat
  • misalnya jumlah pemain ada 4 orang.
  • keempat anak ini berpencar ke daerah pasir masing-masing untuk menyembunyikan jaratnya
  • teknik menyembunyikan jarat ini menentukan kelihaian tiap anak dalam bermain usut jarat, ada yang menyembunyikan jarat dengan ujungnya berkelok-kelok sehingga lawan sulit menebak letak jarat sebenarnya.
  • jarat yang ingin disembunyikan ditimbun perlahan-lahan dengan pasir agak tebal supaya tidak kelihatan.
  • ujung tali yang tidak memiliki jarat disisakan diluar untuk menariknya nanti.
usut1.jpg
2. Tahap mencari jarat
  • ditentukan dulu timbunan pasir siapa yang akan dicari duluan.
  • setelah itu masing-masing anak menusukkan bilahnya ke dalam timbunan pasir untuk menebak letak jarat.
  • apabila semua anak yang giliran mencari sudah menusukkan bilahnya maka yang mempunyai jarak menariknya sehingga akan ketahuan siapa yang berhasil menebak jarat
  • pemain yang berhasil bilahnya akan tersangkut di dalam jarat.
  • begitu seterusnya tiap pemain bergiliran menebak jarat lawan
usut2.jpg
Dalam permainan ini tidak ada konsekuensi kalah atau menang hanya memberikan kepuasan dan kebanggaan bagi anak yang berhasil mencari jarat atau anak yang jaratnya tidak berhasil ditemui lawan. Pengaruh dari permainan ini adalah memberikan sifat sportifitas bagi anak-anak, ini bisa dilihat dari kejujuran saat menyembunyikan jarat dimana anak yang lain sepakat untuk tidak saling intip serta kejujuran untuk memasang lubang jarat yang sama lebar dengan pemain lainnya.

Sumber : https://kerajaanbanjar.wordpress.com

Batewah merupakan istilah yang sering dipakai anak-anak di daerah Marabahan dan Banjarmasin. Entah mengapa anak-anak menamai permainan ini dengan nama Batewah. Menurut perkiraan, nama batewah ini diambil dari kata ‘Tiwah’. Tiwah adalah upacara yang dilakukan oleh penganut agama Kaharingan di pedalaman Kalimantan. Upacara Tiwah ini untuk mengantarkan arwah kerabat yang sudah meninggal ke surga. Perkiraan kata tewah berasal dari tiwah didasari pada adanya kesamaan bentuk permainan ini dengan salah satu bagian upacara. Pada upacara Tiwah, keluarga yang melaksanakan upacara membeli seekor kerbau besar atau sapi untuk dijadikan kurban. Selama upacara berlangsung, kurban tadi diikat pada tongkat kayu dan seluruh keluarga yang ikut mengelilinginya. Masing-masing anggota keluarga memegang tombak, kemudian melemparkannya ke kurban terus menerus sampai kurban tidak berdaya lagi. Setelah itu baru disembelih untuk dimakan bersama.
Dalam permainan Batewah, sasaran yang dituju bukanlah binatang kurban, tetapi kayu yang disusun menyerupai susunan untuk api unggun. Seperti halnya upacara Tiwah, susunan kayu itu pun dilempari untuk menjatuhkannya. Meskipun ada kemiripan dalam kegiatannya permainan ini tidak mengandung hubungan dan tidak memiliki unsur religi atau magis.
Dalam bermain tewah minimal ada 3 orang pemain, 1 pemain jaga/pasang dan 2 pemain sebagai penewah yang naik/bersembunyi. Sebanyak-banyaknya pemain dalam satu permainan tewah biasa ada 8 orang. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak laki-laki dan perempuan.
Peralatan dalam Batewah ini sederhana dan mudah didapat. Sebelum bermain disiapkan beberapa buah kayu sepanjang kurang lebih 30 cm dengan lebar 3 cm. Kemudian disusun sedemikian rupa sebagai sasaran untuk ditewah. Disiapkan juga potongan kayu lain sebagai undas/alat pelempar kayu yang disusun tadi dengan jarak minimal 4 meter.
tewah1.jpg
Setelah lapangan permainan disiapkan maka pemain yang melempar berusaha untuk mengenai tumpukan kayu tadi, apabila kena maka pemain yang jaga menyusun kembali kayu sambil pemain yang lain bersembunyi. Pemain yang jaga setelah selesai menyusun kembali akan mencari pemain lainnya yang bersembunyi. Pemain yang pertama kali ditemukan biasanya akan menjadi giliran jaga berikutnya. Dalam permainan ini tidak diperlukan kalah dan menang, permainan akan berakhir bila pemainnya sudah merasa kelelahan.

batewah.jpg

Sumber : https://kerajaanbanjar.wordpress.com


Logo atau Lugu (logat Banjar) adalah nama alat permainan yang dipakai oleh anak-anak di daerah Kalimantan Selatan. Nama permainannya adalah Balogo (Balugu).  Dalam permainan balogo digunakan juga alat bantu kayu pemukul yang disebut penapak/cacampak.
Bahan yang digunakan untuk logo adalah tempurung kelapa yang diisi dengan aspal, dempul, atau alat perekat lainnya. Bentuk logo ada beberapa macam, yaitu logo kelayangan yang mirip bentuk layang-layang. Logo biuku atau bidawang yang mirip bentuk binatang bulus/kura-kura. Warna logo mengikuti warna serat tempurung kelapa yang digunakan.
Bahan untuk penapak adalah batang bambu yang tua. Penapak ini ada dua macam bentuknya, perbedaan terdapat pada ujung penapak, yaitu ujung bulat dan ujung segi empat. Penapak ini biasanya dibuat dengan lebar kurang lebih 2,5 cm, panjangnya kurang lebih 35 cm.
Cara membuat logo memerlukan sedikit keterampilan dalam membuat bentuk-bentuknya, serta kemampuan untuk memilih bahan dasar tempurung. Sebab logo nantinya akan dihantamkan dengan logo lawan sehingga pembuat logo harus memikirkan bagaimana agar logonya tahan hantaman. Tempurung kelapa yang dipilih biasa tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, tempurung semacam ini agak mudah dibentuk serta memiliki kekuatan yang relatif stabil. Logo dibentuk dengan parang yang tajam atau kalau sekarang bisa menggunakan alat yang lebih modern seperti mesin gerinda. Bagian tempurung kelapa yang dijadikan logo bisa dari bagian samping atau ujung, tergantung besarnya logo. Para pemain akan berusaha memukul sekuat-kuatnya logo lawan itulah sebabnya logo harus dibuat sangat kuat.
bentuk logo
Logo ada yang satu lapis dan dua lapis. Untuk logo satu lapis supaya berat diisi dengan perekatnya saja sebab kalau tidak diisi akan melayang dan tidak bisa dikendalikan saat dimainkan. Logo dua lapis tempurungnya dibuat sama persis sehingga bentuknya hampir simetris saat direkatkan.
Permainan balogo bisa dimainkan satu lawan satu atau beregu dengan jumlah pemain sama. Dalam istilah permainannya ada yang dinamakan pemain “naik” itu artinya giliran memukul, dan pemain “pasang” itu artinya pemain yang menunggu logonya untuk dipukul.
Penentuan pemain pasang dan naik dilakukan dengan pengundian. Berikut beberapa aturan dalam permainan balogo:
  1. Panjang area permainan minimal 20 meter, dengan jarak dari area penapak dengan logo pasang pertama minimal 15 meter
  2. Pemain yang naik mendapat giliran memukul pertama sebanyak 2 x, dengan syarat pukulan pertama harus berhasil melewati garis minimal, apabila tidak sampai garis minimal maka pemain yang naik dinyatakan mati.
  3. Dalam setiap posisi logo yang dipasang, ada garis pasang, apabila logo pemain yang naik berhenti di area garis ini maka pemain yang naik dinyatakan mati dan tidak boleh memukul lagi.
area balogo
4.       Skor permainan dihitung dengan banyaknya logo lawan yang berhasil dipukul dalam satu putaran permainan.
Apabila permainan beregu biasanya diatur strategi agar satu orang pemain naik berhasil memukul satu logo pemain pasang.
Demikian sekilas mengenai permainan balogo, apabila ada yang bisa menambahkan kami persilahkan untuk berbagi.
Balogo merupakan salah satu nama jenis permainan tradisional suku Banjar di Kalimantan Selatan. Permainan ini dilakukan oleh anak-anak sampai dengan remaja dan umumnya hanya dimainkan kaum pria.
Nama permainan balogo diambil dari kata logo, yaitu bermain dengan menggunakan alat logo. Logo terbuat dari bahan tempurung kelapa dengan ukuran garis tengah sekitar 5-7 cm dan tebal antara 1-2 cm dan kebanyakan dibuat berlapis dua yang direkatkan dengan bahan aspal atau dempul supaya berat dan kuat. Bentuk alat logo ini bermacam-macam, ada yang berbentuk bidawang (bulus), biuku (penyu), segitiga, bentuk layang-layang, daun dan bundar.
Dalam permainnannya harus dibantu dengan sebuah alat yang disebut panapak atau kadang-kadang beberapa daerah ada yang menyebutnya dengan campa ,yakni stik atau alat pemukul yang panjangnya sekitar 40 cm dengan lebar 2 cm. Fungsi panapak atau campa ini adalah untuk mendorong logo agar bisa meluncur dan merobohkan logo pihak lawan yang dipasang saat bermain.
Permainan balogo ini bisa dilakukan satu lawan satu atau secara beregu. Jika dimainkan secara beregu, maka jumlah pemain yang “naik” (yang melakukan permainan) harus sama dengan jumlah pemain yang “pasang”
(pemain yang logonya dipasang untuk dirobohkan) Jumlah pemain beregu minimal 2 orang dan maksimal 5 orang. Dengan demikian jumlah logo yang dimainkan sebanyak jumlah pemain yang disepakati dalam permainan.
Cara memasang logo ini adalah didirikan berderet ke belakang pada garis-garis melintang. Karenanya inti dari permainan balogo ini adalah keterampilan memainkanlogo agar bisa merobohkan logo lawan yang dipasang. Regu yang paling banyak dapat merobohkan logo lawan, mereka itulah pemenangnya.

Sebagai akhir permainan, pihak yang menang disebut dengan “janggut” dan boleh mengelus-elus bagian dagu atau jenggot pihak lawan yang kalah sambil mengucapkan teriakan “janggut-janggut” secara berulang-ulang yang tentunya membuat pihak yang kalah malu, tetapi bisa menerimanya sebagai sebuah kekalahan.

Sumber : https://kerajaanbanjar.wordpress.com


PENGERTIAN EKOSISTEM adalah suatu tempat yang saling memberi dan saling menerima antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Sedangkan komponen ekosistem terdiri dari 2 macam yaitu komponen biotik dan komponen abiotik. Untuk komponen biotik terdiri atas tumbuhan dan hewan. Sedangkan untuk komponen abiotik terdiri atas batu, tanah, air, sungai, dan lain sebagainya.
Pada ekosistem, hubungan interaksi tidak cuma terjadi antar makhluk hidup saja, juga terjadi antara makhluh hidup dan tak hidup. Hubungannya tersebut sangatlah erat. Misalnya saja sinar matahari (komponen abiotik) akan dipakai oleh komponen biotik untuk sumber utama energi yang dimanaatkan oleh produsen dalam ragka memproduksi makanan. Tumbuhan hijau mempunyai fungsi sebagai produsen dimana produsen adalah merupakan sumber makanan bagi konsumen. Apabila produsen dan konsumen mati maka selanjutnya akan diurai oleh bakteri pengurai.


Download juga Video Pembelajarannya di bawah ini


Fisik manusia terdiri dari tulang belulang, daging dan kulit. Tulang belulang manusia yang saling berhubungan membentuk kerangka. Nah, pada bahasan kali ini asa generasiku.blogspot.com akan membahas masalah Kerangka Manusia dan Fungsinya.

Fungsi kerangka manusia adalah sebagai berikut:



1). sebagai penegak tubuh
2). sebagai pembentuk tubuh
3). sebagai tempat melekatnya otot (otot rangka)
4). sebagai pelindung bagian tubuh yang penting
5). sebagai tempat pembentukkan sel darah merah
6). sebagai alat gerak pasif

Bagian-Bagian Rangka Manusia

Rangka manusia terbagi menjadi 3 kelompok yaitu :

1. Rangka kepala/ tengkorak berfungsi melindungi otak

2. Rangka Badan berfungsi melindungi organ - organ tubuh seperti     paru-paru, jantung, hati  dan lain-lain.
3. Rangka anggota gerak berfungsi bergerak seperti, berjalan, berlari, memegang benda dan sebagainya.
Baiklah untuk lebih jelasnya tiap-tiap rangka tersebut di atas kita uraikan tulang-tulang yang menyusun rangka tersebut.  Ayo kita perhatikan gambar di bawah ini !

1. Rangka kepala


Tulang-tulang yang menyusun rangka kepala adalah :

a. tulang dahi

b. tulang ubun-ubun
c. tulang pelipis
d. tulang tengkorak
e. tulang baji
f.  tulang air mata
g. tulang pipi
h. tulang hidung
i.  tulang rahang atas 
j.  tulang rahang bawah
k. tulang lidah

2. Rangka badan

Video Pembelajaran Sistem Rangka Manusia dan Fusngsinya



Hubungan timbal balik antara dua makhluk hidup disebut simbiosis. Simbiosis ada yang disebut simbiosis mutualisme, simbiois komensalisme dan simbiosis parasitisme.


Komensalisme : Hubungan timbal balik antara dua makhluk hidup yang keduanya tidak diuntungkan juga tidak dirugikan.
Contohnya anggrek menepel pada tanaman lain

 Mutualisme : Hubungan timbal balik antara dua makhluk hidup yang saling menguntungkan.
Contohnya kerbau dan jalak


Parasitisme: Hubungan timbal balik antara dua makhluk hidup yang satu diuntungkan dan yang lain dirugikan.

Download Video Pembelajaran Tentang Simbiosis di bawah ini :


Seni tradisional Banjar

Seni tradisional Banjar adalah unsur kesenian yang menjadi bagian hidup masyarakat dalam suku Banjar. Tradisional adalah aksi dan tingkah laku yang keluar alamiah karena kebutuhan dari nenek moyang yang terdahulu. Tradisi adalah bagian dari tradisional namun bisa musnah karena ketidakmauan masyarakat untuk mengikuti tradisi tersebut.
Kultur budaya yang berkembang di Banjarmasin sangat banyak hubungannya dengan sungai, rawa, dan danau, di samping pegunungan. Tumbuhan dan binatang yang menghuni daerah ini sangat banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kehidupan mereka. Kebutuhan hidup mereka yang mendiami wilayah ini dengan memanfaatkan alam lingkungan dengan hasil benda-benda budaya yang disesuaikan. hampir segenap kehidupan mereka serba religius. Di samping itu, masyarakatnya juga agraris, pedagang dengan dukungan teknologi yang sebagian besar masih tradisional.
Ikatan kekerabatan mulai longgar dibanding dengan masa yang lalu, orientasi kehidupan kekerabatan lebih mengarah kepada intelektual dan keagamaan. Emosi keagamaan masih jelas tampak pada kehidupan seluruh suku bangsa yang berada di Kalimantan Selatan.
Urang Banjar mengembangkan sistem budaya, sistem sosial dan material budaya yang berkaitan dengan relegi, melalui berbagai proses adaptasi, akulturasi, dan asimilasi. Sehingga tampak terjadinya pembauran dalam aspek-aspek budaya. Meskipun demikian pandangan atau pengaruh Islam lebih dominan dalam kehidupan budaya Banjar, hampir identik dengan Islam, terutama sekali dengan pandangan yang berkaitan dengan ketuhanan (Tauhid), meskipun dalam kehidupan sehari-hari masih ada unsur budaya asal, Hindu dan Buddha.
Seni ukir dan arsitektur tradisional Banjar tampak sekali pembauran budaya, demikian pula alat rumah tangga, transportasi, tari, nyanyian, dan sebagainya.
Masyarakat Banjar telah mengenal berbagai jenis dan bentuk kesenian, baik Seni Klasik, Seni Rakyat, maupun Seni Religius Kesenian yang menjadi milik masyarakat Banjar
Suku Banjar mengembangkan seni dan budaya yang cukup lengkap, walaupun pengembangannya belum maksimal, meliputi berbagai cabang seni.

Daftar isi

Seni Tari

Seni Tari Banjar terbagi menjadi dua, yaitu seni tari yang dikembangkan di lingkungan istana (kraton), dan seni tari yang dikembangkan oleh rakyat. Seni tari kraton ditandai dengan nama "Baksa" yang berasal dari bahasa Jawa (beksan) yang menandakan kehalusan gerak dalam tata tarinya. Tari-tari ini telah ada dari ratusan tahun yang lalu, semenjak zaman Hindu, namun gerakan dan busananya telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi dewasa ini. Contohnya, gerakan-gerakan tertentu yang dianggap tidak sesuai dengan adab islam mengalami sedikit perubahan. Seni tari daerah Banjar yang terkenal misalnya:
  • Tari Baksa Kembang, dalam penyambutan tamu agung.
  • Tari Baksa Panah
  • Tari Baksa Dadap
  • Tari Baksa Lilin
  • Tari Baksa Tameng
  • Tari Radap Rahayu
  • Tari Kuda Kepang
  • Tari Japin/Jepen
  • Tari Tirik Kuala
  • Tari Gandut
  • Tari Tirik
  • Tari Babujugan
  • Tari Jepen Lenggang Banua
  • Tari Japin Hadrah
  • Tari Kambang Kipas
  • Tari Balatik
  • Tari Parigal Amban
  • Tari Tameng Cakrawati
  • Tari Alahai Sayang

Seni Karawitan

Gamelan Banjar

  • Gamelan Banjar Tipe Keraton
  • Gamelan Banjar Tipe Rakyatan

Lagu Daerah

Lagu daerah Banjar yang terkenal misalnya :

Seni Rupa Dwimatra

Seni Anyaman

Seni anyaman dengan bahan rotan, bambu dan purun sangat artistik. Anyaman rotan berupa tas dan kopiah.

Seni Lukisan Kaca

Seni lukisan kaca berkembang pada tahun lima puluhan, hasilnya berupa lukisan buroq, Adam dan Hawa dengan buah kholdi, kaligrafi masjid dan sebagainya. Ragam hiasnya sangat banyak diterapkan pada perabot berupa tumpal, sawstika, geometris, flora dan fauna.

Seni Tatah/Ukir

Motif ukiran juga diterapkan pada sasanggan yang terbuat dari kuningan.
Motif jambangan bunga dan tali bapilin dalam seni tatah ukir Banjar
Seni ukir terdiri atas tatah surut (dangkal) dan tatah babuku (utuh). Seni ukir diterapkan pada kayu dan kuningan. Ukiran kayu diterapkan pada alat-alat rumah tangga, bagian-bagian rumah dan masjid, bagian-bagian perahu dan bagian-bagian cungkup makam. Ukiran kuningan diterapkan benda-benda kuningan seperti cerana, abun, pakucuran, lisnar, perapian, cerek, sasanggan, meriam kecil dan sebagainya. Motif ukiran misalnya Pohon Hayat, pilin ganda, swastika, tumpal, kawung, geometris, bintang, flora binatang, kaligrafi, motif Arabes dan Turki.

Pencak Silat Kuntau Banjar

Pencak Silat Kuntau Banjar adalah ilmu beladiri yang berkembang di Tanah Banjar dan daerah perantauan suku

Seni Rupa Trimatra (Rumah Adat)

Rumah adat Banjar ada beberapa jenis, tetapi yang paling menonjol adalah Rumah Bubungan Tinggi yang merupakan tempat kediaman pangeran/raja (keraton). Jenis rumah yang ditinggali oleh seseorang menunjukkan status dan kedudukannya dalam masyarakat. Jenis-jenis rumah Banjar:
  1. Rumah Bubungan Tinggi, kediaman raja
  2. Rumah Gajah Baliku, kediaman saudara dekat raja
  3. Rumah Gajah Manyusu, kediaman "pagustian" (bangsawan)
  4. Rumah Balai Laki, kediaman menteri dan punggawa
  5. Rumah Balai Bini, kediaman wanita keluarga raja dan inang pengasuh
  6. Rumah Palimbangan, kediaman alim ulama dan saudagar
  7. Rumah Palimasan (Rumah Gajah), penyimpanan barang-barang berharga (bendahara)
  8. Rumah Cacak Burung (Rumah Anjung Surung), kediaman rakyat biasa
  9. Rumah Tadah Alas
  10. Rumah Lanting, rumah di atas air
  11. Rumah Joglo Gudang
  12. Rumah Bangun Gudang

Jukung Banjar

Miniatur jukung gundul suku Banjar
Erik Petersen telah mengadakan penelitian tentang jukung Banjar dalam bukunya Jukungs Boat From The Barito Basin, Borneo. Jukung adalah transportasi khas Kalimantan. Ciri khasnya terletak pada teknik pembuatannya yang mempertahankan sistem pembakaran pada rongga batang kayu bulat yang akan dibuat menjadi jukung.[1][2][3][4][5]
Jenis Jukung:
  1. Jukung Sudur (rangkaan)
    1. Jukung Sudur Biasa
    2. Jukung Sudur Bakapih
    3. Jukung Sudur Anak Ripang
  2. Jukung Patai
    1. Jukung Biasa
    2. Jukung Hawaian
    3. Jukung Kuin
    4. Jukung Pelanjan
    5. Jukung Ripang Hatap
    6. Jukung Pemadang
  3. Jukung Batambit
    1. Jukung Tambangan[6]
    2. Jukung Babanciran
    3. Jukung Undaan
    4. Jukung Parahan
    5. Jukung Gundul
    6. Jukung Pandan Liris
    7. Jukung Tiung
Jenis perahu lainnya misalnya :
  1. Penes
  2. Kelotok

Wayang Banjar

Wayang Banjar terdiri dari :
  1. Wayang kulit Banjar
  2. Wayang gung/wayang Gong yaitu (wayang orang versi suku Banjar

Mamanda

Mamanda merupakan seni teater tradisonal suku Banjar.

Tradisi Bananagaan

  1. Naga Badudung
  2. Kepala Naga Gambar Sawit
  3. Kepala Naga Darat

Seni Tradisonal Banjar Berbasis Sastra (Folklor Banjar)

Lamut

Madihin

Etimologi dan definisi

Madihin berasal dari kata madah dalam bahasa Arab artinya nasihat, tapi bisa juga berarti pujian. Puisi rakyat anonim bergenre Madihin ini cuma ada di kalangan etnis Banjar di Kalsel saja. Sehubungan dengan itu, definisi Madihin dengan sendirinya tidak dapat dirumuskan dengan cara mengadopsinya dari khasanah di luar folklor Banjar.
Tajuddin Noor Ganie (2006) mendefinisikan Madihin dengan rumusan sebagai berikut : puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk mental tertentu sesuai dengan konvensi yang berlaku secara khusus dalam khasanah folklor Banjar di Kalsel.

Bentuk fisik

Masih menurut Ganie (2006), Madihin merupakan pengembangan lebih lanjut dari pantun berkait. Setiap barisnya dibentuk dengan jumlah kata minimal 4 buah. Jumlah baris dalam satu baitnya minimal 4 baris. Pola formulaik persajakannya merujuk kepada pola sajak akhir vertikal a/a/a/a, a/a/b/b atau a/b/a/b. Semua baris dalam setiap baitnya berstatus isi (tidak ada yang berstatus sampiran sebagaimana halnya dalam pantun Banjar) dan semua baitnya saling berkaitan secara tematis.
Madihin merupakan genre/jenis puisi rakyat anonim berbahasa Banjar yang bertipe hiburan. Madihin dituturkan di depan publik dengan cara dihapalkan (tidak boleh membaca teks) oleh 1 orang, 2 orang, atau 4 orang seniman Madihin (bahasa Banjar Pamadihinan). Anggraini Antemas (dalam Majalah Warnasari Jakarta, 1981) memperkirakan tradisi penuturan Madihin (bahasa Banjar : Bamadihinan) sudah ada sejak masuknya agama Islam ke wilayah Kerajaan Banjar pada tahun 1526.

Status Sosial dan Sistem Mata Pencaharian Pamadihinan

Madihin dituturkan sebagai hiburan rakyat untuk memeriahkan malam hiburan rakyat (bahasa Banjar Bakarasmin) yang digelar dalam rangka memperingati hari-hari besar kenegaraan, kedaerahan, keagamaan, kampanye partai politik, khitanan, menghibur tamu agung, menyambut kelahiran anak, pasar malam, penyuluhan, perkawinan, pesta adat, pesta panen, saprah amal, upacara tolak bala, dan upacara adat membayar hajat (kaul, atau nazar).
Orang yang menekuni profesi sebagai seniman penutur Madihin disebut Pamadihinan. Pamadihinan merupakan seniman penghibur rakyat yang bekerja mencari nafkah secara mandiri, baik secara perorangan maupun secara berkelompok.
Setidak-tidaknya ada 6 kriteria profesional yang harus dipenuhi oleh seorang Pamadihinan, yakni : (1) terampil dalam hal mengolah kata sesuai dengan tuntutan struktur bentuk fisik Madihin yang sudah dibakukan secara sterotipe, (2) terampil dalam hal mengolah tema dan amanat (bentuk mental) Madihin yang dituturkannya, (3) terampil dalam hal olah vokal ketika menuturkan Madihin secara hapalan (tanpa teks) di depan publik, (4) terampil dalam hal mengolah lagu ketika menuturkan Madihin, (5) terampil dalam hal mengolah musik penggiring penuturan Madihin (menabuh gendang Madihin), dan (6) terampil dalam hal mengatur keserasian penampilan ketika menuturkan Madihin di depan publik.
Tradisi Bamadihinan masih tetap lestari hingga sekarang ini. Selain dipertunjukkan secara langsung di hadapan publik, Madihin juga disiarkan melalui stasiun radio swasta yang ada di berbagai kota besar di Kalsel. Hampir semua stasiun radio swasta menyiarkan Madihin satu kali dalam seminggu, bahkan ada yang setiap hari. Situasinya menjadi semakin bertambah semarak saja karena dalam satu tahun diselenggarakan beberapa kali lomba Madihin di tingkat kota, kabupaten, dan provinsi dengan hadiah uang bernilai jutaan rupiah.
Tidak hanya di Kalsel, Madihin juga menjadi sarana hiburan alternatif yang banyak diminati orang, terutama sekali di pusat-pusat pemukiman etnis Banjar di luar daerah atau bahkan di luar negeri. Namanya juga tetap Madihin. Rupa-rupanya, orang Banjar yang pergi merantau ke luar daerah atau ke luar negeri tidak hanya membawa serta keterampilannya dalam bercocok tanam, bertukang, berniaga, berdakwah, bersilat lidah (berdiplomasi), berkuntaw (seni bela diri), bergulat, berloncat indah, berenang, main catur, dan bernegoisasi (menjadi calo atau makelar), tetapi juga membawa serta keterampilannya bamadihinan (baca berkesenian).
Para Pamadihinan yang menekuni pekerjaan ini secara profesional dapat hidup mapan. Permintaan untuk tampil di depan publik relatif tinggi frekwensinya dan honor yang mereka terima dari para penanggap cukup besar, yakni antara 500 ribu sampai 1 juta rupiah. Beberapa orang di antaranya bahkan mendapat rezeki nomplok yang cukup besar karena ada sejumlah perusahaan kaset, VCD, dan DVD di kota Banjarmasin yang tertarik untuk menerbitkan rekaman Madihin mereka. Hasil penjualan kaset, VCD, dan DVD tersebut ternyata sangatlah besar.
Pada zaman dahulu kala, ketika etnis Banjar di Kalsel masih belum begitu akrab dengan sistem ekonomi uang, imbalan jasa bagi seorang Pamadihinan diberikan dalam bentuk natura (bahasa Banjar : Pinduduk). Pinduduk terdiri dari sebilah jarum dan segumpal benang, selain itu juga berupa barang-barang hasil pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan.

Keberadaan Madihin di Luar Daerah Kalsel

Madihin tidak hanya disukai oleh para peminat domestik di daerah Kalsel saja, tetapi juga oleh para peminat yang tinggal di berbagai kota besar di tanah air kita. Salah seorang di antaranya adalah Pak Harto, Presiden RI di era Orde Baru ini pernah begitu terkesan dengan pertunjukan Madihin humor yang dituturkan oleh pasangan Pamadihinan dari kota Banjarmasin Jon Tralala dan Hendra. Saking terkesannya, dia ketika itu berkenan memberikan hadiah berupa ongkos naik haji plus (ONH Plus) kepada Jon Tralala. Selain Jhon Tralala dan Hendra, di daerah Kalsel banyak sekali bermukim Pamadihinan terkenal, antara lain: Mat Nyarang dan Masnah pasangan Pamadihinan yang paling senior di kota Martapura), Rasyidi dan Rohana(Tanjung), Imberan dan Timah (Amuntai), Nafiah dan Mastura Kandangan), Khair dan Nurmah (Kandangan), Utuh Syahiban Banjarmasin), Syahrani (Banjarmasin), dan Sudirman(Banjarbaru). Madihin mewakili Kalimantan Timur pada Festival Budaya Melayu.

Datu Madihin, Pulung Madihin, dan Aruh Madihin

Pada zaman dahulu kala, Pamadihinan termasuk profesi yang lekat dengan dunia mistik, karena para pengemban profesinya harus melengkapi dirinya dengan tunjangan kekuatan supranatural yang disebut Pulung. Pulung ini konon diberikan oleh seorang tokoh gaib yang tidak kasat mata yang mereka sapa dengan sebutan hormat Datu Madihin.
Pulung difungsikan sebagai kekuatan supranatural yang dapat memperkuat atau mempertajam kemampuan kreatif seorang Pamadihinan. Berkat tunjangan Pulung inilah seorang Pamadihinan akan dapat mengembangkan bakat alam dan kemampuan intelektualitas kesenimanannya hingga ke tingkat yang paling kreatif (mumpuni). Faktor Pulung inilah yang membuat tidak semua orang Banjar di Kalsel dapat menekuni profesi sebagai Pamadihinan, karena Pulung hanya diberikan oleh Datu Madihin kepada para Pamadihinan yang secara genetika masih mempunyai hubungan darah dengannya (hubungan nepotisme).
Datu Madihin yang menjadi sumber asal usul Pulung diyakini sebagai seorang tokoh mistis yang bersemayam di Alam Banjuran Purwa Sari, alam pantheon yang tidak kasat mata, tempat tinggal para dewa kesenian rakyat dalam konsep kosmologi tradisonal etnis Banjar di Kalsel. Datu Madihin diyakini sebagai orang pertama yang secara geneologis menjadi cikal bakal keberadaan Madihin di kalangan etnis Banjar di Kalsel.
Konon, Pulung harus diperbarui setiap tahun sekali, jika tidak, tuah magisnya akan hilang tak berbekas. Proses pembaruan Pulung dilakukan dalam sebuah ritus adat yang disebut Aruh Madihin. Aruh Madihin dilakukan pada setiap bulan Rabiul Awal atau Zulhijah. Menurut Saleh dkk (1978:131), Datu Madihin diundang dengan cara membakar dupa dan memberinya sajen berupa nasi ketan, gula kelapa, 3 biji telur ayam kampung, dan minyak likat baboreh. Jika Datu Madihin berkenan memenuhi undangan, maka Pamadihinan yang mengundangnya akan kesurupan selama beberapa saat. Pada saat kesurupan, Pamadihinan yang bersangkutan akan menuturkan syair-syair Madihin yang diajarkan secara gaib oleh Datu Madihin yang menyurupinya ketika itu. Sebaliknya, jika Pamadihinan yang bersangkutan tidak kunjung kesurupan sampai dupa yang dibakarnya habis semua, maka hal itu merupakan pertanda mandatnya sebagai Pamadihinan telah dicabut oleh Datu Madihin. Tidak ada pilihan bagi Pamadihinan yang bersangkutan, kecuali mundur teratur secara sukarela dari panggung pertunjukan Madihin

Peribahasa Banjar Berbentuk Puisi

Etimologi dan Definisi

Secara etimologis, istilah peribahasa menurut Winstead (dalam Usman, 1954) berasal dari bahasa Sanksekerta pari dan bhasya, yakni bahasa (bhasya)yang yang disusun secara beraturan (pari). Etnis Banjar di Kalsel menyebut peribahasa dengan istilah paribasa (Hapip, 2001:137), istilah ini hampir sama dengan istilah paribasan dalam bahasa Jawa yang digunakan di DI Yogyakarta, Jateng, dan Jatim.
Menurut Tajuddin Noor Ganie (2006:1) dalam bukunya berjudul Jatidiri Puisi Rakyat Etnis Banjar di Kalsel, peribahasa Banjar ialah kalimat pendek dalam bahasa Banjar yang pola susunan katanya sudah tetap dengan merujuk kepada suatu format bentuk tertentu (bersifat formulaik), dan sudah dikenal luas sebagai ungkapan tradisional yang menyatakan maksudnya secara samar-samar, terselubung, dan berkias dengan gaya bahasa perbandingan, pertentangan, pertautan, dan perulangan.
Berdasarkan karakteristik bentuk fisiknya, peribahasa Banjar menurut Ganie (2006:1) dapat dipilah-pilah menjadi 2 kelompok besar, yakni :
  1. Peribahasa Banjar berbentuk puisi, terdiri atas :
    1. Gurindam
    2. Kiasan
    3. Mamang Papadah
    4. Pameo Huhulutan
    5. Saluka
    6. Tamsil
  2. Peribahasa Banjar berbentuk kalimat, terdiri atas :
    1. Ibarat
    2. Papadah
    3. Papatah-patitih
    4. Paribasa
    5. Paumpamaan.
Perbedaan bentuk fisik antara peribahasa Banjar yang berbentuk puisi dengan peribahasa Banjar yang berbentuk kalimat terletak pada jenis gaya bahasa yang dipergunakannya. Peribahasa berbentuk puisi mempergunakan gaya bahasa perulangan, sementara peribahasa berbentuk kalimat mempergunakan gaya bahasa perbandingan, pertautan, dan pertentangan.

Simpulan

Berdasarkan paparan dan contoh-contoh di atas, maka dapat disimpulkan semua ragam/jenis peribahasa Banjar berbentuk puisi, setidak-tidaknya memiliki salah satu dari 3 ciri karakteristik bentuk, yakni :
  1. adanya pengulangan atas kosa-kata yang sama,
  2. adanya kosa-kata yang hampir sama secara morfologis, dan
  3. adanya kosa-kata yang saling bersajak a/a/a/a, a/b/a/b, dan a/b/b/a baik secara vertikal maupun secara horisontal di awal, di tengah, atau di akhir baris/larisk. Ciri-ciri karakteristik bentuk yang demkian itu identik dengan gaya bahasa perulangan (repetisi).

Pantun Banjar

Etimologi, Definisi, dan Bentuk Fisik

Pantun merupakan pengembangan lebih lanjut dari Peribahasa Banjar. Istilah pantun sendiri menurut Brensetter sebagaimana yang dikutipkan Winstead (dalam Usman, 1954) berasal dari akar kata tun yang kemudian berubah menjadi tuntun yang artinya teratur atau tersusun. Hampir mirip dengan tuntun adalah tonton dalam bahasa Tagalog artinya berbicara menurut aturan tertentu (dalam Semi, 1993:146-147).
Sesuai dengan asal usul etimologisnya yang demikian itu, maka pantun memang identik dengan seperangkat kosa-kata yang disusun sedemikian rupa dengan merujuk kepada sejumlah kriteria konvensional menyangkut bentuk fisik dan bentuk mental puisi rakyat anonim.
Setidak-tidaknya ada 6 kriteria konvensional yang harus dirujuk dalam hal bentuk fisik dan bentuk mental pantun ini, yakni : (1) setiap barisnya dibentuk dengan jumlah kata minimal 4 buah, (2) jumlah baris dalam satu baitnya minimal 2 baris (pantun kilat) dan 4 baris (pantun biasa dan pantun berkait), (3) pola formulaik persajakannya merujuk kepada sajak akhir vertikal dengan pola a/a (pantun kilat), a/a/a/a, a/a/b/b, dan a/b/a/b (pantun biasa dan pantun berkait), (4) khusus untuk pantun kilat, baris 1 berstatus sampiran dan baris 2 berstatus isi, (5) khusus untuk pantun biasa dan pantun berkait, baris 1-2 berstatus sampiran dan baris 3-4 berstatus isi, dan (6) lebih khusus lagi, pantun berkait ada juga yang semua barisnya berstatus isi, tidak ada yang berstatus sampiran.
Zaidan dkk (1994:143)mendefinisikan pantun sebagai jenis puisi lama yang terdiri atas 4 larik dengan rima akhir a/b/a/b. Setiap larik biasanya terdiri atas 4 kata, larik 1-2 merupakan sampiran, larik 3-4 merupakan isi. Berdasarkan ada tidaknya hubungan antara sampiran dan isi ini, pantun dapat dipilah-pilah menjadi 2 genre/jenis, yakni pantun mulia dan pantun tak mulia.
Disebut pantun mulia jika sampiran pada larik 1-2 berfungsi sebagai persiapan isi secara fonetis dan sekaligus juga berfungsi sebagai isyarat isi. Sementara, pantun tak mulia adalah pantun yang sampirannya (larik 1-2) berfungsi sebagai persiapan isi secara fonetis saja, tidak ada hubungan semantik apa-apa dengan isi pantun di larik 3-4.
Sementara Rani (1996:58) mendefinsikan pantun sebagai jenis puisi lama yang terdiri atas 4 baris dalam satu baitnya. Baris 1-2 adalah sampiran, sedang baris 3-4 adalah isi. Baris 1-3 dan 2-4 saling bersajak akhir vertikal dengan pola a/b/a/b.
Hampir semua suku bangsa di tanah air kita memiliki khasanah pantunnya masing-masing. Menurut Sunarti (1994:2), orang Jawa menyebutnya parikan, orang Sunda menyebutnya sisindiran atau susualan, orang Mandailing menyebutnya ende-ende, orang Aceh menyebutnya rejong atau boligoni, sementara orang Melayu, Minang, dan Banjar menyebutnya pantun. Dibandingkan dengan genre/jenis puisi rakyat lainnya, pantun merupakan puisi rakyat yang murni berasal dari kecerdasan linguistik local genius bangsa Indonesia sendiri.
Istilah pantun tidak ditemukan padanannya dalam bahasa Banjar, sehubungan dengan itu istilah ini langsung saja diadopsi untuk memberi nama fenomena yang sama yang ada dalam khasanah puisi rakyat anonim berbahasa Banjar (Folklor Banjar).
Dalam definisi yang sederhana pantun Banjar adalah pantun yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar. Definisi pantun Banjar menurut rumusan Tajuddin Noor Ganie (2006) adalah puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk mental tertentu sesuai dengan konvensi khusus yang berlaku dalam khasanah folklor Banjar.

Fungsi Sosial Pantun Banjar

Pada masa-masa Kerajaan Banjar masih jaya-jayanya (1526-1860), pantun tidak hanya difungsikan sebagai sarana hiburan rakyat semata, tetapi juga difungsikan sebagai sarana retorika yang sangat fungsional, sehingga para tokoh pimpinan masyarakat formal dan informal harus mempelajari dan menguasainya dengan baik, yakni piawai dalam mengolah kosa-katanya dan piawai pula dalam membacakannya.
Tidak hanya itu, di setiap desa juga harus ada orang-orang yang secara khusus menekuni karier sebagai tukang olah dan tukang baca pantun (bahasa Banjar Pamantunan). Uji publik kemampuan atas seorang Pamantunan yang handal dilakukan langsung di depan khalayak ramai dalam ajang adu pantun atau saling bertukar pantun yang dalam bahasa Banjar disebut Baturai Pantun. Para Pamantunan tidak boleh tampil sembarangan, karena yang dipertaruhkan dalam ajang Baturai Pantun ini tidak hanya kehormatan pribadinya semata, tetapi juga kehormatan warga desa yang diwakilinya.

Status Sosial Pamantunan

Pamantunan merupakan seniman penghibur rakyat yang bekerja mencari nafkah secara mandiri dengan mengandalkan kemampuannya dalam mengolah kosa-kata berbahasa Banjar sehingga dapat dijadikan sebagai sarana retorika yang fungional.
Setidak-tidaknya ada 6 kriteria profesional yang harus dipenuhi oleh seorang Pamantunan, yakni : (1) terampil mengolah kosa-katanya sesuai dengan tuntutan yang berlaku dalam struktur bentuk fisik pantun Banjar, (2) terampil mengolah tema dan amanat yang menjadi unsur utama bentuk mental pantun Banjar, (3) terampil mengolah vokal ketika menuturkannya sebagai sarana retorika yang fungsional di depan khalayak ramai, (4) terampil mengolah lagu ketika menuturkannya sebagai sarana retorika yang fungsional, (5) terampil dalam hal olah musik penggiring penuturan pantun (menabuh gendang pantun), dan (6) terampil dalam menata keserasian penampilannya sebagai seorang Pamantunan.

Datu Pantun, Pulung Pantun, dan Aruh Pantun

Tuntutan profesional yang begitu sulit untuk dipenuhi oleh seorang Pamantunan membuatnya tergoda untuk memperkuat tenaga kreatifnya dengan cara-cara yang bersifat magis, akibatnya, profesi Pamantunan pada zaman dahulu kala termasuk profesi kesenimanan yang begitu lekat dengan dunia mistik. Dalam hal ini sudah menjadi kelaziman di kalangan Pamantunan ketika itu untuk memperkuat atau mempertajam kemampuan kreatif profesionalnya dengan kekuatan supranatural yang disebut Pulung.
Pulung adalah kekuatan supranatural yang berasal dari alam gaib yang diberikan oleh Datu Pantun. Konon, berkat Pulung inilah seorang Pamantunan dapat mengembangkan bakat alam dan intelektualitasnya hingga ke tingkat yang paling kreatif (mumpuni).
Faktor Pulung inilah yang membuat tidak semua orang Banjar di Kalsel dapat menekuni profesi sebagai Pamantunan, karena Pulung hanya diberikan kepada oleh Datu Pantun kepada Pamantunan yang secara genetika masih mempunyai hubungan darah dengannya (hubungan nepotisme).
Datu Pantun adalah seorang tokoh mistis yang bersemayam di Alam Banjuran Purwa Sari, alam pantheon yang tidak kasat mata, tempat tinggal para dewa kesenian rakyat. Datu Pantun diyakini sebagai orang pertama yang secara geneologis menjadi cikal bakal pantun di kalangan etnis Banjar di Kalsel.
Konon, Pulung harus diperbarui setiap tahun, jika tidak, maka tuah magisnya akan hilang tak berbekas lagi. Proses pembaruan Pulung dilakukan dalam sebuah ritus adat yang khusus digelar untuk itu, yakni Aruh Pantun. Aruh Pantun dilaksanakan pada malam-malam gelap tanggal 21, 23, 25, 27, dan 29) di bulan Rabiul Awal atau Zulhijah.
Datu Pantun diundang berhadir dengan cara membakar dupa dan memberinya sajen berupa nasi ketan, gula kelapa, 3 biji telur ayam kampung, dan minyak likat baboreh secukupnya. Jika Datu Pantun berkenan memenuhi undangan, maka Pamantunan yang bersangkutan akan kesurupan (trance) selama beberapa saat. Sebaliknya, jika Pamantunan tak kunjung kesurupan itu berarti mandatnya sebagai seorang Pamantunan sudah dicabut oleh Datu Pantun. Tidak pilihan baginya kecuali mundur secara teratur dari panggung Baturai Pantun (pensiun).

Pantun Banjar Masa Kini : Bernasib Buruk

Pada zaman sekarang ini, pantun, khususnya pantun Banjar, tidak lagi menjadi puisi rakyat yang fungsional di Kalsel. Sudah puluhan tahun tidak ada lagi forum Baturai Pantun yang digelar secara resmi sebagai ajang adu kreativitas bagi para Pamantunan yang tinggal di desa-desa di seluruh daerah Kalsel.
Pantun Banjar yang masih bertahan hanya pantun adat yang dibacakan pada kesempatan meminang atau mengantar pinengset (bahasa Banjar Patalian). Selebihnya, pantun Banjar cuma diselipkan sebagai sarana retorika bernuansa humor dalam pidato-pidato resmi para pejabat atau dalam naskah-naskah tausiah para ulama.
Syukurlah, seiring dengan maraknya otonomi daerah sejak tahun 2000 yang lalu, ada juga para pihak yang mulai peduli dan berusaha untuk menghidupkan kembali Pantun Banjar sebagai sarana retorika yang fungsional (bukan sekadar tempelan). Ada yang berinisiatif menggelar pertunjukan eksibisi Pantun Banjar di berbagai kesempatan formal dan informal, memperkenalkannya melalui publikasi di berbagai koran/majalah, melalui siaran khusus yang bersifat insidental di berbagai stasiun radio milik pemerintah atau swasta, dan ada pula yang berinisiatif mememasukannya sebagai bahan pengajaran muatan lokal di sekolah-sekolah yang ada di seantero daerah Kalsel. Tulisan saya di Wikipedia ini boleh jadi termasuk salah satu usaha itu.
Sekarang ini di Kalsel sudah beberapa puluh kali digelar kegiatan lomba tulis Pantun Banjar bagi para peserta di berbagai tingkatan usia. Tidak ketinggalan Stasiun TVRI Banjamasin juga sudah membuka acara Baturai Pantun yang digelar seminggu sekali oleh Bapak H. Adjim Arijadi dengan pembawa acara Jon Tralala, Rahmi Arijadi, dan kawan-kawan.

Sumber : https://id.wikipedia.or/wiki/Seni_tradisional_Banjar#Seni_Rupa_Trimatra_.28Rumah_Adat.29

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget